DINAMIKA HUKUM DAN KONTROVERSI UU NO. 7 TAHUN 2017 MENJELANG PILRES 2024
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf q Tentang
Persyaratan Capres Dan Cawapres dijelaskan bahwa batasan umur untuk mencalonkan
diri sebagai capres dan cawapres usia paling rendah 40 tahun. Undang-undang
tersebut sudah berjalan kurang lebih 5 tahun dan diadakan perubahan pada tahun
2023 menjelang pemilu capres dan cawapres periode 2024-2029. Dengan adanya
perubahan tersebut menimbulkan perbincangan dikalangan masyarakat awam, maupun
dunia politik.
Berawal dari seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru yang mengajukan
perkara batas umur capres dan cawapres yang akhirnya dikabulkan oleh MK.
Benar-benar membuat tercengang para masyarakat. Dimana peraturan yang sudah berjalan sekian tahun
mengalami perubahan. Bukan karena apa, hal ini terjadi saat menjelang pemilu
dan adanya pertentangan salah satu capres dan cawapres yang tidak memenuhi
persyaratan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Almas dan rekannya Arkan
Wahyu mengajukan yudicial review atas UU Nomor 7 tahun 2017, agar capres
cawapres dapat mencalonkan diri dengan minimal umur 21 tahun atau pernah
menjabat sebagai ketua daerah.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bernama Brahma Aryana mengajukan uji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.